Menyiapkan Anak Menghadapi New Normal



Tip menyiapkan anak untuk new normal

Hampir 3 bulan ini kita semua terkurung di balik tembok rumah. Rasa bosan pasti sudah melanda. Ya, kan? Terlebih yang punya anak-anak di rumah. Mereka pasti udah bosan dan mati gaya setiap hari harus di dalam rumah terus. Jangankan mereka, saya aja yang orang dewasa dan mengerti kenapa harus #stayathome seperti ini, tetep aja jenuh dan kangen berat sama dunia luar. Apalagi mereka yang biasa aktif di luar rumah. Nah, belum lama ini masyarakat dikejutkan dengan pernyataan WHO yang bilang katanya virus COVID-19 ini nggak akan hilang dari dunia. They’ll be just like common cold aja gitu. Artinya, kita harus hidup berdampingan dengannya. Indonesia pun kemudian mulai menggaungkan himbauan untuk berdamai dengan korona. Hal ini pastinya bakalan berat mengingat belum adanya vaksin ataupun obat tepat untuk mengatasinya.

Jujur, sebagai ibu saya langsung kepikiran gimana jadinya ya kalau besok-besok kita beneran harus hidup di tengah ancaman virus tak kasat mata tapi menakutkan ini. Di luaran sana, mulai banyak dihembuskan beragam persiapan menuju NEW NORMAL alias tatanan kenormalan yang baru dalam hidup. Sesuatu yang baru tentu saja membawa konsekuensi adaptasi yang pastinya takes time. Masalahnya, seberapa cepat dan kuat kita beradaptasi dengan lingkungan dan kebiasaan baru tersebut.

Harus diakui, new normal ini nggak akan begitu saja dilaksanakan. Ada banyak pertimbangan yang harus dilakukan pemerintah sebelum akhirnya menetapkan kapan new normal itu bisa dijalankan. Mulai dari pertimbangan sektor ekonomi, bisnis, dan tentu saja kesehatan. Basically, saya paham mengapa new normal harus mulai dijalankan. Merujuk pada prediksi bahwa COVID-19 ini nggak akan pergi dari dunia, maka rasanya memang nggak mungkin semua orang harus dikarantina di rumah selama-lamanya. That’s why sektor ekonomi dan lain-lain harus mulai berjalan kembali.

Namun, di sisi lain aspek kesehatan masyarakat juga harus dijaga jangan sampai kemudian new normal ini justru membuka peluang untuk meningkatnya lagi jumlah kasus positif korona. Dan inilah yang menurut saya pribadi harus dikaji betul-betul apakah kita memang sudah siap dengan new normal ini atau hanya grusa-grusu karena udah jenuh di rumah?

Tip menyiapkan anak untuk new normal

Anak-Anak dan Kehidupan New Normal di Masa Pandemi


To be honest, saya termasuk orang yang masih agak lebai soal protokol kesehatan di masa pandemi korona ini. Saya bisa sangat cerewet sama orang rumah, terutama kalau ada salah satu atau kami semua yang baru pulang dari luar rumah.

Yang jadi perhatian saya kemudian tentu saja soal anak-anak. Sejauh ini, saya dan suami tidak terlalu open pada Kevin soal korona ini. Yang dia tahu virus korona ini bisa bikin orang sakit dan meninggal. Karena itu, dia patuh untuk tidak keluar rumah dan -meski kadang suka mengeluh- dengan sadar mencuci tangan dan minta masker kalau terpaksa banget keluar rumah. Kadang, dia juga suka bertanya kapan ya korona ini pergi. Duh kalau udah gini, ya agak sulit menjawabnya. Kami hanya menjawabnya dengan mengatakan bahwa hanya Tuhan yang tahu kapan dia pergi. #klisebanget sih tapi ya gimana lagi. Nobody knows kan ya?

Di sisi lain, si kakak yang udah besar, bisa mengakses informasi secara online. Karena itu, kami sering kali mencuatkan obrolan soal korona ini dan memberitahunya informasi yang benar, supaya dia tak termakan hoaks.

Yang bikin saya suka melow tu kalau mereka udah nanya kapan bisa sekolah lagi? Udah kangen sama temen-temen dan suasana sekolah. Si kakak aja yang jarang banget mau terbuka, sampai bisa bikin saya trenyuh.

Akutu kesel banget deh. Nggak tau kenapa aku kok tiba-tiba sedih ya, nggak bisa ketemuan lagi ama temen-temen. Padahal kan besok kalau sekolah udah masuk, aku kan udah nggak bisa ketemu mereka lagi. Nggak ada perpisahan, nggak ada foto-foto. Ah sedih akutu, nggak tau kenapa,” ucapnya tiba-tiba suatu siang. Mukanya kucel, dan terlihat bete. Hiks…. akupun sedih dong.

Secara psikologis, siapapun pasti tertekan dalam kondisi pandemi seperti ini, tak terkecuali anak-anak. Mereka sudah cukup menderita dengan keterbatasan ruang gerak selama beberapa bulan terakhir. Dulu, mereka suka ngadat kalau sekolah lagi sibuk, banyak tugas endebrai-endebrai. Apalagi si kakak yang kelas XI dan seharusnya mengikuti UN, tapi akhirnya dibatalkan. Sekarang, dia malah merindukan suasana sekolah dan kesibukan mengerjakan tugas seperti yang dulu menjadi rutinitasnya. Sekarang kerjaannya cuma main komputer, bikin musik, main game dan nonton YouTube. Udahmah nggak ada kerjaan, nggak punya temen jugak.

Sebenernya, kami nggak sama sekali melarang anak-anak keluar rumah sih. Mereka masih boleh jalan-jalan atau main sepeda di sekitaran rumah, dengan syarat harus pakai masker dan cuci tangan begitu sampai rumah. Selain itu juga nggak boleh jajan dan deket-deket sama orang yang ditemui di luar. Alhasil, mereka males ribet dan milih untuk #stayathome aja.

Saya masih jauh lebih beruntung sebab anak-anak nggak perlu belajar online terlalu berat seperti sebagian orang lain. Soalnya, si kakak kan udah nggak ada pelajaran banyak lagi. Di awal-awal SFH, dia hanya perlu mengerjakan tugas-tugas dan latihan soal menghadapi ujian pengganti UN. Nggak ada tugas “ajib” yang membutuhkan pendampingan dan bantuan saya. Demikian juga Kevin. Karena masih duduk di TK kecil, dia nggak banyak dapet tugas yang macem-macem juga dari gurunya. Tapi tetap saja, sesi libur berbau sekolah ini menyiksa mereka. Meski sedikit, tetep aja deh kerjaan dari gurunya suka bikin dia bete dan ngambek. Ah, pokoknya SFH itu ibarat pacaran backstreet ala ABG deh. Terdengar menarik, padahal aslinya berat! Huaa…

Tip menyiapkan anak untuk new normal

Menyiapkan Anak-anak Menghadapi New Normal


Tinggal di daerah seperti saya ini, menghadapi new normal mungkin masih akan butuh waktu sedikit lebih lama dibandingkan kota-kota besar lain seperti Jakarta, Bandung, atau Surabaya. Namun, bagaimanapun juga suatu saat nanti kami harus siap dengan kondisi itu. So, menyiapkan anak-anak untuk kehidupan baru adalah strategi penting yang harus segera kami lakukan. Paling tidak, mereka harus mulai familiar dengan hal-hal dan kebiasaan baru dalam masyarakat nantinya. Apa saja itu?

1.Bersahabat dengan masker
Dulu, kita terbiasa menggunakan masker wajah hanya di saat enggak sehat saja. Nah, di kehidupan new normal nanti, masker bakalan jadi atribut wajib yang harus dipakai setiap kali keluar rumah. Membiasakan anak-anak, terutama Kevin, untuk mengenakan masker ini nggak mudah loh. Jangankan dia, saya aja juga sering ngerasa eungap dan nggak nyaman. Apalagi saat harus beraktivitas yang cukup membuat kita berkeringat. Tapi, gimanapun standard protokol kesehatan yang satu ini harus tetap dijalankan.

2.Rajin mencuci tangan
Biasanya, anak-anak emang suka main air. Tapi, membuat mereka sadar untuk mau mencuci tangan dengan sabun setiap kali merasa “kotor” atau sehabis beraktivitas tu nggak semudah itu, Fergusso! Saat di rumah, saya harus sering-sering ingetin Kevin dan Rafael untuk membersihkan tangan dengan benar. Kelak, saat new normal berlaku, mereka sudah terbiasa melakukan ini. Semoga.

3.Hand sanitizer is a must
Kalau dulu, membawa hand sanitizer ke mana-mana tuh serasa lebai gitu. Tapi sekarang, justru sebuah keharusan membawanya ke mana-mana. Jadi, saya harus membiasakan mereka juga untuk membersihkan tangan saat mencuci tangan dengan sabun tidak mungkin dilakukan. Sekaran, mereka sudah nggak protes lagi kalau dikit-dikit saya bilang, “Bersihkan tangan, ya!”

4.Bawa bekal makanan dari rumah
Saya memang terbiasa memasak hampir semua makanan untuk orang rumah. Tapi jajan di luar juga masih sering kami lakukan. Di era new normal nanti, sepertinya membawa bekal dari rumah adalah pilihan yang paling tepat untuk menjaga kesehatan mereka. PR emak lagi untuk berkreativitas dan mencari menu yang bervariasi biar mereka nggak bosan. Kalau kalian mau tahu beberapa ide masak untuk anak-anak, sila mampir ke postingan ini ya.  liat apa aja yang saya

5.Selalu menjalankan social distancing
Selama 3 bulan ini, mereka sudah biasa “terkurung” di rumah. Otomatis, social distancing dengan orang luar pun sangat jarang kami lakukan. Meski begitu, saya selalu mengingatkan mereka untuk menjaga jarak dengan orang lain saat kami terpaksa keluar rumah. Kalau Kevin sih kebetulan selama 3 bulanan ini sama sekali enggak ketemu orang luar dan berinteraksi dengan mereka. Jadi, dia masih agak susah mengerti kenapa harus social distancing. Yang saya lakukan biasanya adalah mengajaknya bercerita tentang hal ini tanpa membuatnya takut.

6.Mengurangi acara jalan-jalan

Meski di Jogja masih banyak mall dan tempat umum yang buka, saya dan suami sudah memutuskan untuk enggak ngajak anak-anak ke tempat umum dulu. Terlalu berisiko mengajak mereka di masa pandemi seperti sekarang ini. Dan meskipun kelak new normal udah berlaku, sepertinya kami masih harus mengurangi acara jalan-jalan ke mana-mana, terutama ke tempat wisata atau resto-resto favorit seperti yang sering kami lakukan dulu. Huaaa… padahal dah kangen berat loh pengen jalan-jalan.

7.Melakukan protokol kesehatan masuk rumah
Nah ini juga jadi rutinitas baru bagi kami saat pulang dari luar rumah. Kalau dulu, cukup ganti baju dan cuci tangan-kaki, sekarang kami harus ikuti standard protokol kesehatan masuk rumah. Dimulai dengan mencuci tangan dengan sabun, mengganti baju dan segera memasukkannya ke mesin cuci, cuci tangan lagi dan membersihkan kaki, mencopot masker, mencuci muka, baru mengeringkan badan dan berganti baju. Capek? Pasti… tapi demiiiii sehat gakpapa lah.

Tip menyiapkan anak untuk new normal

8.Membiasakan diri dengan SFH
Meski anak-anak udah kangen berat mau sekolah, saya termasuk orangtua yang mendukung sekolah dari rumah di masa pandemi ini. Membiarkan mereka berada di luar rumah hanya membuat saya khawatir dan waswas apa aja yang terjadi dengan mereka. So, saya bersyukur banget kalau pemerintah memutuskan anak-anak bersekolah dari rumah seperti sekarang. Dan membiasakan mereka dengan SFH seperti ini adalah pilihan terbaik. Meski tugas saya jadi lebih berat, minimal inilah cara saya melindungi mereka dari paparan lingkungan luar sana.

Ah, banyak banget ya ternyata yang harus kita siapkan menyambut datangnya new normal. Kehidupan baru yang masih abu-abu, banyak hal yang masih berkabut dan membuat kita takut. Tapi saya percaya apapun itu kelak, Tuhan pasti memberi kita kekuatan dan kemampuan untuk melewatinya. Semoga semua segera pulih dan kita bisa menjalani hidup yang benar-benar normal.


Salam..


Posting Komentar

8 Komentar

  1. Hi, Mbok. Kita setipe nih kayaknya. Anak-anak nyaris nggak keluar rumah selama SFH ini. Beberapa kali keluar tapi ya cuma buat berjemur sebentar di ujung jalan. Depan rumah nggak mungkin soalnya banyak pohon jadi terlalu adem. Kalau emaknya mau nggak mau harus keluar tapi ya sebatas ke supermarket, bank, atau warung sayur. Itu pun paling seminggu sekali dan tanpa tengok kanan kiri. Sampai tujuan, selesaikan urusan, langsung pulang. Suasana di rumah terasa nggak enak, kok, buat apa juga lama-lama.

    Menghadapi new normal, nggak ada perubahan. Kami akan tetap sebisa mungkin di rumah aja. Boro-boro piknik atau makan di luar. Apa enaknya coba piknik dan mamam-mamam kalau tetap harus maskeran? Apalagi kalau piknik, duduk di rerumputan, aduh nggak tahu ada droplet atau apa yang sempat mampir kesana.

    Mungkin lebay ... Tapi butuh jaga kesehatan agar tetap bisa cari uang dan mendampingi anak-anak. Ehhh, panjang bener komentarku, wkwkwkw ...

    BalasHapus
  2. Sedih ya Mbok. Tapi ya mau nggak mau sih. suka nggak suka ya kudu patuh sama protokol kesehatan. Bismillah. Semoga dunia segera membaik.

    Welcome new normal. Sebenarnya aku lebih suka bilang welcome back dunia normal tanpa covid 19 di dalamnya. Hehehe

    BalasHapus
  3. Hidup berdampingan dengan virus itu butuh persiapan yang matang. Banyak hal yang harus dibenahi, baik sarana dan prasarananya atau kesadaran individunya sendiri.
    Saya sendiri juga lebih senang anak-anak sekolah di rumah aja dulu. Pastinya kita riweuh ya, Mbak. Tapi demi kesehatan, anak-anak lebih baik diam di rumah dulu

    BalasHapus
  4. Meski Jakarta sudah masa transisi, sampai detik ini anak-anakku belum pernah pergi hihihi. Dari 16 Maret di rumah saja. Dan memang urusan new normal untuk mereka butuh persiapan ekstra. Semoga segera membaik semua segera dan anak-anak bersekolah secara normal lagi

    BalasHapus
  5. Iyo yo Mbok, hidup berdampingan sama si koro-koro ini butuh persiapan lahir batin. Terimakasih lho buat tips-tips peralatan perangnya ya Mba. Hehehe...

    BalasHapus
  6. Nah bawa bekal ini yang PR ya, karena calon sekolah Luigi ada makan siangnya gt, apa gak usah ikut catering aja ya HAHAHA. Duh emak kudu siap turun dapur tiap pagii :D. Memang kudu menyesuaikan sama ketidaknormalan yang jadi normal ini ya mba. Untuk anak
    tahun empat kayak anakku harus sering diingetin nih tentang masker dan cuci tangan. Semoga semua sehat2 ya mba. Meski harus hidup dengan virus diluar.

    BalasHapus
  7. Sejak minggu lalu, aku baru ke luar rumah nih. Udh harus masuk kerja, walaupun belum ngajar. Ngajar masih online. Tapi kok ya pulang merasa capek banget. Membiasakan diri dng protokol kesehatan gitu, bikin capek euy. Apalagi menyiapkan anak-anak. Duh...kayaknya kalau anak-anak di rumah aja deh...

    BalasHapus
  8. stay safe and stay healthy everyone :')

    BalasHapus

Hi there!

Thank you for stopping by and read my stories.
Please share your thoughts and let's stay connected!