Alergi pada Anak dan Cara Penanganannya

Alergi pada anak


smartmomhappymom.com - Lagi-lagi ngebahas alergi. Yup! Di tulisan sebelumnya, saya udah singgung tentang batuk alergi si bontot yang udah beberapa kali menyerangnya. Awalnya, saya nggak pikir bakalan ngefek ke mana-mana. Cukup batuk aja yang alergi, makanya nggak sembuh-sembuh. Ternyata, alerginya nggak cuma itu, Moms

Jadi, ceritanya sekitar akhir 2024, tiba-tiba Kevin sering gatal-gatal. Awalnya hanya di lipatan kulit seperti bagian dalam lengan atau leher. Tapi nggak tahu kenapa, terus menjalar ke bagian-bagian lain yang bukan lipatan, misalnya paha, perut, dan wajah. Aduduh, saya auto parno. Keinget dulu pas kecil juga ngalamin alergi parah kayak gini. 

Mula-mula, alergi yang dialami Kevin nggak terlalu mengganggu. Paling banter digaruk dikit trus ilang. Eh lama-lama kok makin menjadi. Dari yang awalnya cuma benjolan kecil, jadi segede pulau-pulau nusantara. Ini efeknya gatel banget dan harus banget pengen ngegaruk anaknya. Masalahnya, semakin digaruk, semakin panas dan membesarlah bagian kulit yang membenjol. Ulala, jadi rewel dan susah tidur. Apalagi gatal-gatal ini seringnya menyerang pas malam menjelang bed time

Nggak ke dokter, Buk? Udah dong, dan kebetulan DSA langganan kami itu bukan tipe dokter yang koboi alias suka tindakan pengobatan ekspres. Jadi 2 kali dateng baru diobservasi dulu sambil dikasih obat pereda gatal. Dan, dokter juga udah paham kalau Kevin ada riwayat alergi, tapi selama ini belum muncul si benjolan gatal alias biduran seperti ini. 

Biasanya, keluhan alergi datang berbarengan dengan batuk pilek. So, observasi pun dimulai. Sayang, setelah 3 kali kontrol dan belum membaik juga, akhirnya Kevin dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar, untuk mencari tahu alergen apa yang sebenernya bikin dia gatal-gatal. Kami pun dirujuk ke RS dr. Sardjito, Yogyakarta. Ikuti cerita kami seputar penanganan alergi pada anak ini ya! 


Apa itu alergi

Sebelum cerita tentang proses pengobatan alerginya Kevin, kita bahas dulu yuks apa itu alergi. 

Jadi, alergi adalah indikasi adanya masalah pada sistem kekebalan tubuh seseorang. Sedangkan alergen adalah istilah yang dipakai untuk menyebut pemicu alergi. 

Umumnya, tubuh kita akan 'membela diri' dan melakukan perlawanan terhadap hal-hal berbahaya. Contohnya virus atau bakteri. Sayangnya, kadang-kadang sistem pertahanan itu 'eror' dan justru nyerang sesuatu yang sebenarnya tidak berbahaya, seperti debu, serbuk sari, atau jamur. 

Nah, jika seorang anak dengan alergi terpapar alergen, maka sistem kekebalan mereka secara keliru meyakini bahwa alergen tertentu itu membahayakan. Akibatnya, pertahanan tubuh tersebut akan bereaksi berlebihan, dan memperlakukan zat tersebut sebagai musuh dan mencoba melawannya.

Secara alami, sistem kekebalan tubuh membuat antibodi yang disebut imunoglobulin E (IgE) untuk melindungi tubuh. Proses ini menyebabkan sel-sel tertentu melepaskan bahan kimia (termasuk histamin) ke dalam aliran darah yang fungsinya untuk bertahan melawan “penyerang” alias alergen.

Pelepasan bahan kimia inilah yang kemudian menimbulkan reaksi alergi. Reaksi bisa memengaruhi mata, hidung, tenggorokan, paru-paru, kulit, dan bahkan saluran pencernaan. 


alergi anak dan cara penanganannya


Faktor Risiko Alergi pada Anak

Meskipun bisa terjadi pada setiap anak, namun anak-anak yang berasal dari keluarga yang punya riwayat alergi juga. Hal ini karena alergi bisa menurun secara genetik. Tapi, nggak semua ortu dengan riwayat alergi akan menurunkannya pada anak. Pun, sang anak nggak serta merta mewarisi alergi tertentu seperti orang tuanya. Tapi memang, mereka memiliki risiko alergi yang lebih tinggi ketimbang anak-anak yang ortunya nggak punya riwayat alergi.

Nah, jadi ketahuan deh. Saya pas kecil juga sempat kena alergi parah dari SD sampai SMA baru sembuh. Sayangnya, alergennya apa seinget saya nggak ketahuan sampai akhirnya sembuh sendiri. 

Si sulung pun punya riwayat alergi dingin dan beberapa obat. Gejalanya sama, biduran di seluruh tubuh.  


Gejala Alergi pada Anak

Selain alergen yang berbeda-beda, gejala alergi juga macem-macem ya Moms. Nggak cuma biduran atau bersin-bersin, tapi ada beberapa hal yang bisa kita jadikan perhatian. 

  • Alergi pada anak bisa menyebabkan mereka mengalami hal-hal di bawah ini:
  • Bersin-bersin, hidung tersumbat, atau pilek
  • Gatal di telinga atau langit-langit mulut
  • Mata merah, gatal, dan berair
  • Kulit merah, gatal dan perih
  • Biduran atau benjolan yang gatal di kulit
  • Gejala asma, seperti sesak napas, batuk dan mengi 
Pada kasus Kevin, gejala yang muncul adalah biduran dan gejala seperti asma. Jadi kalau udah bapil, alamat bakal lama dan harus minum obat anti alergi. 


Diagnosis Alergi pada Anak

Untuk menegakkan diagnosis dan melakukan observasi, dokter akan melihat riwayat kesehatan lengkap termasuk riwayat kesehatan keluarga, dan mungkin saja merekomendasikan tes alergi. 

Berikut beberapa tes yang bisa dilakukan:

Tes kulit

tes alergi pada anak


Ini adalah tes paling umum yang dilakukan untuk mengetahui alergen apa yang menjadi pemicu alergi pada anak. Caranya, alergen tertentu dalam jumlah kecil diencerkan dan diletakkan di kulit. Pada Kevin, caranya adalah dengan menusuk kulit dan menunggu reaksi yang terjadi. 

Jika ada alergi tertentu, reaksi alerginya akan terlihat sekitar 15 menit, ditandai dengan adanya benjolan seperti digigit nyamuk pada titik di mana alergen tertentu disuntikkan. Kemarin ada 20 jenis alergen yang diujikan, dan hasilnya, Kevin dinyatakan alergi terhadap bulu ayam, kepiting, susu dan segala produk turunannya. 

Tes Darah

Tes ini untuk mengukur antibodi IgE terhadap alergen tertentu dalam darah. Tes ini bisa digunakan jika anak tidak bisa melakukan tes kulit dikarenakan kondisi kulit tertentu, atau bila anak sangat sensitif terhadap alergen tertentu. Namun, hasil tes darah yang positif tidak serta merta berarti anak menderita alergi tertentu, ya. Hasil tes darah ini harus ditafsirkan oleh dokter ahli dengan melihat riwayat lengkap kesehatan anak. 

Tes Tantangan 

Tes tantangan dilakukan oleh dokter ahli dengan memberikan alergen tertentu pada anak dengan cara dihirup atau dimasukkan ke mulut pasien. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa parah alergi yang diderita pasien. Hanya tes tantangan inilah yang bisa mengetahui tingkat keparahan alergi pada penderita. Kedua tes lain hanya untuk mengetahui kemungkinan adanya reaksi alergi, bukan seberapa parah kondisinya. 


Pencegahan dan Pengobatan Alergi pada Anak

Sejujurnya, tidak ada obat untuk alergi apapun. Kita hanya bisa mengelola dan mencegah agar alergi tidak timbul, antara lain dengan menjauhi alergennya. Parents harus menjelaskan pada anak tentang kondisinya dan kemungkinan reaksi alergi yang akan terjadi jika dia terpapar alergen.

Nggak mudah memang untuk membuat anak bisa mengerti sepenuhnya, kenapa dia nggak boleh bersentuhan atau makan dan minum makanan dan minuman tertentu. Tapi, dengan penjelasan yang disampaikan sesuai dengan pemahaman anak, dengan pendampingan dan kasih sayang dari orang tua dan orang dewasa lainnya dalam keluarga, seharusnya hal ini bisa dilakukan. 

Jelaskan kepada anggota keluarga lain, seperti nenek dan kakek, om tante, kakak dan adik, serta pengasuh si kecil tentang kondisi ini dan sampaikan alergen apa yang harus dihindari. 

Untuk kasus di mana anak tidak bisa atau sulit menghindari alergen, dokter bisa saja merekomendasikan obat tetes, anti histamin, ataupun obat semprot untuk mengurangi gejala. Pada kondisi yang lebih berat, dokter juga bisa memberikan imunoterapi agar anak kebal terhadap alergennya. 

Kondisi Alergi pada Kevin

Pada kasus Kevin kemarin ada hal unik yang kami alami. Jadi berdasarkan hasil tes kulit, Kevin dinyatakan alergi terhadap bulu ayam (termasuk unggas?), kepiting dan susu serta semua produk turunannya. Namun anehnya, meskipun sudah menghindari hampir semua makanan dan minuman yang (kemungkinan) mengandung alergen dan juga menghindari bulu ayam dan unggas, tetap saja dia gatelan parah. 

Udah coba saya kasih susu non dairy seperti almond milk dan soya milk, hasilnya malah mual dan nggak mau minum lagi. Roti, kue, es krim dan permen berbau susu dan keju udah ditinggalin. Bahkan cemilan kripik renyah kesukaan juga banyak yang mengandung susu bubuk. Semua udah dihindari. Tapi, tetep aja biduran nggak pergi juga. Sampai tiap malam dia harus konsumsi obat anti histamin. 

Sedihhh banget liatnya, soalnya dia jadi nggak semangat. Mau ngemil ini nggak boleh, itu nggak boleh. Mau minum susu tapi mual sama bau kacangnya. Jadi gimana, Marimar?

Sampai 3 kali kontrol kondisinya masih sama. Hasil tes darahnya juga nggak begitu membantu. Atau nggak tau juga tes darah itu untuk apa soalnya dokter nggak nyinggung-nyinggung sama sekali soal hasil cek darahnya. Cuma dibilang 'oke kok' tanpa penjelasan lebih jauh. Hiks mamak makin bingung. Sementara, gatal-gatal masih rajin dateng tiap hari. 

Sampai akhirnya saking keselnya, saya kasih kendor aja deh. Kevin boleh makan semua makanan favoritnya, dan minum susu kesukaannya. Peduli amat mau gatel ya nanti minum obat, gitu pikir saya. Eh, anehnya malah waktu abis makan minum loss doll gitu nggak papa! Emejing!

Dari situ saya mikir, berarti meski udah ketauan (kemungkinan) alergennya, hal itu nggak serta merta pemicu utama munculnya biduran parah pada Kevin. Hal ini beberapa kali saya ulangi dan hasilnya memang bervariasi. Kadang muncul, kadang anteng aja nggak biduran meski makan roti keju dan minum susu. 

Pada kontrol yang kesekian kalinya, saya utarakan kondisi ini sama dokter spesialis alergi anak di RS dr. Sardjito. Dan pendapat dokternya pun sama: 3 alergen utama yang sudah diketahui kemarin, tidak otomatis menjadi pemicu utama munculnya gejala alergi parah pada Kevin. Bisa saja, ada faktor lain yang menjadi pemicu. Dan ini bisa dari debu, udara kotor, ataupun kuman yang beterbangan di udara. 

Kalau udah soal faktor udara, dokter juga akan sulit melakukan pencegahan alergen. Jangan lupa bahwa kondisi imun anak juga bisa jadi faktor penentu yang penting.

Solusinya, dokter bilang jangan takut makan dan minum yang mengandung alergen. Kalau ternyata biduran ya minum obat. Kalau aman, lanjutkan. Trus, jaga higienitas di lingkungan rumah seperti rajin menyedot debu kasur, sofa, selimut, karpet dan benda-benda lain yang bisa jadi sarang debu. Hindari unggas dan binatang lain yang berbulu tipis, dan jaga kebersihan badan. 

So far, ini udah lebih dari 6 bulan Kevin nggak pernah biduran lagi, meski makan dan minum tanpa pantangan. Hanya saja saya perhatikan jika badannya kotor, keringatan, dan capek sesekali muncul gatal di beberapa area lipatan kulit. Jadi, harus segera membersihkan diri kalau abis aktivitas fisik yang tinggi. 


Kesimpulan

Untuk Parents yang punya buah hati dengan riwayat alergi, usahakan untuk lebih memperhatikan higienitas rumah, hindari bepergian saat hari-hari berangin yang berpotensi membawa debu, serbuk sari dan bulu-bulu binatang, serta sebisa mungkin menghindari makanan dan minuman alergen. 

Kapan harus ke dokter? Menurut saya sih, segera ke dokter jika gejala alergi mulai mengganggu, atau terjadi berulang lebih dari seminggu. 

Semoga sharing saya ini bermanfaat untuk parents yang punya anak dengan riwayat alergi ya. See u on my next article! 



Posting Komentar

0 Komentar