Fimosis Pada Anak, Berbahayakah? Simak Pembahasannya di Sini Yuk!

Halo Moms, pakabar?

Pernah denger nggak sih penyakit yang namanya fimosis pada anak laki-laki? Penyakit yang ditandai dengan melekatnya kulup penis dengan kencang pada kepala penis ini, menghinggapi para pria mulai usia 2 hingga 6 tahun. Pada kasus anak dengan fismosis, kulit kulup tidak bisa ditarik ke belakang hingga melewati kepala penis. Kondisi ini tentu saka nggak normal karena secara alami, kulit kulup seharusnya terpisah dari kepala penis.

Meski masih dianggap sebagai hal yang wajar pada bayi dan balita, jika kondisi melekatnya kulit kulup ini menetap hingga usia yang lebih besar, bisa saja menimbulkan gangguan. Biasanya anak jadi agak rewel terutama saat ingin berkemih. Terlebih, pada kasus-kasus tertentu, batang penis menjadi bengkok karena tidak bisa memanjang sempurna. Nah kalau sampe kayak gini kejadiannya, Mommies harus segera mencari pertolongan medis ya.



Lalu apa sih penyebab terjadinya fimosis pada anak laki-laki? 


Pertama, bawaan orok alias bawaan lahir (kongenital). 
Pada beberapa anak, termasuk anak pertama saya, Rafael, kulit kulupnya melekat terlalu kenceng pada kepala penis. Akibatnya, saya sering menemukan batang penisnya sedikit menggelembung. Tapi anehnya tiap saya tanya sakit apa enggak, dia selalu jawab, “Enggak, Mi.”

Memasuki usia yang kelima tahun, Rafael mengalami kesulitan buang air kecil. Meskipun tidak parah, namun hal itu sempat membuat saya kepikiran. Selain itu, alat kelaminnya juga enggak tumbuh maksimal. Setelah dibawa ke dokter ahli, Rafael dinyatakan terkena fimosis.

Fimosis bawaan yang enggak terlalu parah bisa sembuh sendiri seiring perkembangan fisik si anak. Biasanya, sebelum usia tiga tahun fimosis bawaan akan sembuh sendiri. Namun pada kasus yang lebih parah, fimosis bisa berbahaya karena berpotensi menyebabkan infeksi pada kepala penis atau disebut Balanitis. 

Kedua, pengaruh dari lingkungan luar (fimosis didapat/patologik).
Misalnya karena  faktor kebersihan alat kelamin yang kurang diperhatikan, adanya infeksi atau peradangan berulang. Selain itu bisa juga karena trauma berupa benturan. Tanpa penanganan yang tepat, fimosis patologik bisa berpengaruh pada aktivitas seksual jika anak telah dewasa.


Gejala

Meski secara umum fimosis ini jarang menimbulkan gejala yang serius, biasanya kita akan mengalami sedikit kesulitan untuk membersihkan kotoran di bawah kulup penis. Akibatnya penis akan rentan terkena infeksi. Nah, kalau kejadiannya kayak gini, biasanya ujung penis akan berwarna kemerahan, tampak bengkak dan mulai nyeri.

Gejala yang biasa muncul adalah kesulitan berkemih, atau anak mengejan saat pipis. Mommies yang memiliki anak laki-laki cobalah perhatikan apakah anak mengalami ciri-ciri seperti batang penis menggembung saat pipis, sering demam, atau kesakitan saat berkemih. Air seni yang keluar bisa saja enggak lancar atau arahnya tak beraturan. Jika menemukan ciri-ciri di atas, sebaiknya segera temui dokter untuk mendapatkan bantuan.




Penanganan Fimosis pada Anak Laki-laki

Jangan sekali-kali memaksa untuk membuka kulit kulup ya, Moms. Hal ini bisa sangat berbahaya karena berpotensi melukai ujung penis. Selain bisa menimbulkan rasa sakit yang luar biasa, juga bisa memperburuk pembengkakan. Segera bawa ke dokter anak atau dokter spesialis urologi.
Penanganan medis untuk fimosis ringan pada bayi dan anak, bisa berupa pemberian salep untuk merangsang pertumbuhannya. Namun jika keluhan terus berlanjut apalagi jika anak merasakan sakit berlebih, air seni bercampur darah, atau hal-hal lainnya, biasanya dokter akan melakukan sirkumsisi (membuang sebagian atau  seluruh kulit kulup). Istilah ini biasa dikenal secara umum dengan sunat. Tujuannya adalah untuk membuka kulit kulup yang lengket sehingga lubang penis tidak terhambat dan anak bisa berkemih dengan lancar.

Yang perlu diingat, proses sunat untuk anak dengan fimosis ini enggak sama dengan mereka yang normal ya. Artinya, kalau anak tanpa fimosis bisa disunat dengan metode sunat biasa. Kayak yang suka dilakukan sama dokter atau bong supit di klinik.

Nah, pada anak dengan fimosis, dokter bisa saja membutuhkan tindakan bedah yang lebih kompleks. Seperti yang dialami anak sulung saya. Waktu itu, dia udah umur 10 tahun. Sebenernya, kami memang agak telat melakukan tindakan bedah ini. Alasannya, waktu itu papinya selalu bilang, “Ntar kalau udah mau kelas 6 kita sunat, bengkaknya ilang kok. Tenang aja, yang penting dia nggak sakit kalau pipis.”

Ya wes, karena saya nggak ngerti soal dunia per-penis-an, saya mah iya-iya aja. Hingga suatu saat saya bener-bener khawatir kalau pertumbuhan reproduksinya bakalan keganggu. Dan yaa.. gitu deh. Pas sampe di dokter anak, kami dirujuk ke dokter spesialis urologi. Di sana langsung diminta untuk menyetujui tindakan sirkumsisi pada si Kakak.

Baca juga : Mengenal Hernia Pada Anak

Setelah menentukan tanggal, dokter melakukan sirkumsisi padanya. Operasinya sendiri butuh waktu lumayan lama loh Moms. Mulai dia masuk ruang sterilisasi sampai keluar lagi hampir 1,5 jam. Lebih lama dari proses operasi SC saya. Huhuhu… udah kebat kebit aja hati saya sama suami waktu nungguin di depan ruang operasi.

Pasca operasi juga nggak langsung hepi. Dokter spesialis urologi udah wanti-wanti sama kami bahwa setelah dioperasi, alat kelamin anak saya nggak langsung terlihat normal. It takes time. Prosesnya mungkin bisa beberapa bulan atau tahun. Tapi dokter meyakinkan kami bahwa penisnya akan berkembang normal dan sesuai harapan. Ahh… mak nyess dengernya.

Dan bener juga, setelah hampir setaun baru kelihatan hasilnya. Anak saya sekarang udah nggak ada masalah. Baik itu dalam berkemih maupun dalam tumbuh kembangnya secara fisik dan anatomis. Hufff, lega deh rasanya.

Semoga pengalaman saya nanganin fimosis pada anak laki-laki ini bisa membantu ya Moms. Jangan sungkan berbagi kalau Mommies punya pengalaman lain. Yuk, saya tunggu di kolom komentar!



Salam,



Posting Komentar

1 Komentar

  1. ponakanku 2-2 nya ngalamin ini. makanya mereka disaranin sunat ama dokternya pas umur 4 & 3 thn. awalnya takut jg, tp ternyata skr mah mereka normal aja kyk anak lain.

    dan krn aku ada anak laki2 jg, akupun jd ikutan kdg merhatiin kondisi penis si bungsu mba. sampe skr sih blm ada gejala2 yg sama dgn fimosis td

    BalasHapus

Hi there!

Thank you for stopping by and read my stories.
Please share your thoughts and let's stay connected!