Usia remaja adalah fase di mana seseorang (baca: anak) biasanya akan berada dalam masa pencarian jati diri. Fase ini juga merupakan sebuah masa yang cukup sulit bagi orang tua. Pasalnya, anak usia remaja cenderung sulit diatur. Salah satu penyebabnya karena mereka merasa bukan anak kecil lagi, dan sudah saatnya boleh mengatur dirinya sendiri.
Pada fase ini, remaja umumnya ingin punya orang tua yang supportif dan open minded. Coba lihat, betapa mereka ingin diizinkan untuk melakukan beragam hal, dan bergaul dengan banyak teman yang -kadang terlihat aneh bagi orang tua.
Perbedaan pandangan inilah yang sering kali menjadi kendala dalam hubungan orang tua dan anak remajanya. Terkadang, perselisihan pun tak terhindari. Terlebih jika kedua pihak bersikukuh merasa benar dan ingin didengar. Hm.. susah kan, ya?
Meskipun orang tua adalah pihak yang “lebih berkuasa”, tentu saja jaman now ginih nggak ada ceritanya kita boleh bersikap seperti kaum penjajah dan menjadikan anak kita obyek yang bisa seenaknya diatur. Sikap seperti inilah yan justru akan membuat jurang pemisah antara orang tua dan anak semakin dalam.
Nah, untuk mencegah terjadinya hal tersebut, ada baiknya kita belajar menjadi orang tua yang bijak dalam menerapkan pola asuh dan pendampingan terhadap anak-anak abegeh yang kiyut ituh.
Lalu apa aja ya kiat atau tips yang bisa dilakukan? Kemon, kita ngobrol lebih lanjut.
1.Jadilah temannya
Anak usia remaja sangat peka dengan yang namanya komunitas, lingkaran pertemanan, dan pengakuan dari lingkungannya. Untuk itu, menjadi teman dan sahabatnya adalah pilihan yang tepat, alih-alih menjadi orang tua yang kaku dan otoriter.
Kita harus paham bahwa mereka kini bukanlah anak kecil yang harus diperintah dan dilarang-larang. Mereka mulai tumbuh menjadi pribadi yang lebih dewasa dan perlu belajar melakukan banyak hal untuk mencapai kedewasaan sempurna.
Dengan menjadi temannya dan memahami cara berpikirnya, kita bisa memberikan pendampingan yang optimal. Sehingga, diharapkan anak akan mendapatkan input yang baik, nggak melulu percaya sama pendapat teman-temannya di luaran sana. Dengan kata lain, kita bisa menjadi penyeimbang dan penunjuk arah agar mereka tetap berada di jalur yang benar.
2.Hormati privasinya
Remaja adalah bayang-bayang kedewasaan. Karena itulah orang tua perlu mengerti bahwa mereka juga mulai butuh privasi dan ruang untuk sendiri. Terkadang, ada rasa tak nyaman untuk menceritakan semuanya pada orang tua. Karena itu, beri mereka ruang dan waktu untuk sesekali sendiri. Sama seperti mereka, kita pun butuh me time kan kadang-kadang?
Saya pun mulai bertahap melakukan hal ini. Misalnya saja saat pintu kamarnya tertutup, saya akan mengetuk dan bertanya apakah saya boleh masuk. Atau saya akan meminta izinnya saat ingin meminjam ponselnya. Hal-hal kecil seperti ini adalah sebuah bentuk penghormatan pada privasinya.
3.Dengarkanlah dia
Komunikasi yang baik antara orang tua dan anak tetap menjadi kunci utama sebuah hubungan yang hangat dan intens. Karena itu, sebisa mungkin sediakan waktu bersama mereka, dengarkan pendapat mereka, dan jangan selalu menyuruhnya untuk mengikuti apa kata kita.
Biasakan untuk memberi ruang seluas-luasnya pada anak remaja kita untuk berpendapat. Itu adalah salah satu latihan yang bagus untuk mengembangkan rasa percaya dirinya kelak. Obrolan receh semisal menanyakan bagaimana harinya, apa yang dia rasakan atau hal-hal lain yang remeh temeh bisa jadi bahan obrolan yang sangat bagus loh.
4.Hiburlah tanpa menghakimi
akan ada saatnya anak remaja kita salah mengambil keputusan. Hal ini tentu sangat manusiawi. Dan kalau hal ini terjadi, ingatlah untuk tidak menghakiminya begitu saja. Anak kita butuh dukungan, penghiburan dan penerimaan atas dirinya. Bukan hanya tindakannya semata.
Yang mereka butuhkan saat tengah down bukanlah makian, amarah dan emosi. Sebaliknya, mereka perlu nasihat, bimbingan dan kata-kata menenangkan bahwa semua akan baik-baik saja. Bahwa apa yang mereka lakukan itu wajar, dan bahwa kita pun pernah berada di posisinya dan melakuan kesalahan yang sama, meski mungkin secara spesifik tidaklah persis.
Anak remaja kita perlu tahu bahwa apapun yang terjadi, kita selalu ada untuk menghibur dan menguatkannya. Terlebih, kita ada untuk meluruskan lagi jalurnya menuju puncak.
5.Suportif
Mendukung anak adalah cara terbaik menunjukkan pada mereka bahwa kita mencintainya. Hal ini membuat mereka memiliki trust pada orang tua. Dengan begitu, mereka akan antusias dalam berkarya dan beraktivitas.
Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat ya Parents!
Happy parenting!
8 Komentar
bermanfaat banget mbak karena anakku juga sedang 'remaja-remaja'nya sedangkan yang satunya lagi sedang usil-usilnya.. Harus bener2 tarik ulur dalam ngemong dua kesayangan ini. Makasih poin2 tipsnya mbak. Ngena banget!
BalasHapusTerima kasih tipsnya. Saya juga punya 3 abg. Duh, kudu ekstra hati-hati ya Mbak. Kadang kalo kumat seksinya, atau terganggu pribadinya... bisa fatal.
BalasHapusBener banget tuh mbak, punya anak remaja jaman sekarang harus lebih memahaminya. Secara pelan dan tenang, akan diterima lebih mudah oleh anak.
BalasHapusKebetulan di rumah ada satu anak remaja dan yang menjelang remaja, memang gak mudah membersamai tumbuh kembang remaja. Kita selaku orang tua harus terus belajar, ya, Mbak.
BalasHapusSssst...jangan bilang-bilang ya. Aku pernah ngonangi diarynya anakku cewek zaman SMP, aku bacain aja. Engga bilang smp sekarang. Hehe...takut dia engga percaya lagi sama aku.
BalasHapusEmang bener itu, hormati privacynya...
Tapi anakku cowo engga ngobrol ya...Ceritanya nanti kapan-kapan...wkwkwk...
Saya lagi dalam posisi suporting nih mbak, si sulung masuk dalam daftar jalur undangan masuk ke universitas negeri, apa pun pilihan yang dia ambil saya akan dukung asal nanti belajar dengan sungguh-sungguh.
BalasHapusnaah aku setuju, kita jadi pendengar. Kalo udah remaja, nggak butuh diceramahin nasehat mulu, tapi juga harus banyak didengar :) Semoga saat anakku dewasa aku masih bisa jadi teman yang asyik buat tempat cerita, dan aku nya cuma ngangguk2 aja, :) *lalu nangis pas dia bilang suka sama cewek *eaaa :p
BalasHapusDalam pola pengasuhan anak di fase ini harus hati hati ya mba, salah caranya bukan nya anak menurut malah memberontak. Karena fase remaja saat pencarian jati diri nya.
BalasHapusHi there!
Thank you for stopping by and read my stories.
Please share your thoughts and let's stay connected!