“AKU NGGAK MAU PULANG!”
Seorang bocah lelaki berkulit putih dengan rambut lurus hampir menyentuh bahu berteriak kencang di tengah halaman sekolah. Kakinya bergoyang keras akibat entakan kuat yang sedari tadi dilancarkannya. Mata penuh air dan napas tersengal-sengal membuat penampilannya agak “horror” pagi itu.
Si ibu berdiri di hadapannya dengan tatapan yang nggak kalah galaknya. Sementara tangan kirinya sibuk menggendong bayi kecil yang mulai terbangun dari lelapnya. Mungkin kepanasan kena sinar matahari pagi atau terganggu dengan teriakan sang kakak dan mamanya, membuat mata sipitnya terbuka dan mulai menangis.
“Kalau kamu nggak mau sekolah, tapi nggak mau pulang juga, trus maunya apaaa?” Si ibu udah mulai marah, dan groyok (Jawa: suaranya bergetar menahan tangis atau amarah). Adegan berikutnya kedua kakak beradik itu sama-sama menangis keras, hanya berbeda akting. Si kakak menangis meraung sambil nggondeli kaki ibunya, sementara si adek menangis sambil meronta dalam gendongan. Dan si ibu? Menahan amarah dengan muka merah yang udah kayak kepiting rebus. Adegan selanjutnya, perdebatan semakin panas.
Ini bukanlah kali pertama ibu dan anak ini terlibat dalam adegan “panas” yang menegangkan seperti ini. Jadi kalau saya amati, si anak ini sering “mencobai” ibunya dengan melakukan hal-hal gak penting hanya untuk tau reaksi ibunya gimana. Contohya dia akan selalu keluar kelas cuma untuk nanya bekal apa hari itu. Padahal dia kan tinggal buka kotak bekalnya lalu memakan isinya kan? Tapi hal ini selalu dilakukannya setiap hari. Udah gitu, maemnya maunya disuapin, nggak mau makan di kelas barengan temen-temenya yang lain. Kalau si ibu menegurnya, dia akan segera menangis, merengek dan melakukan hal-hal lain yang menyebalkan. Gemeez pokoknya deh.
Saya menatap dari kejauhan pemandangan yang uwow pagi itu. Buat mak emak seperti saya, adegan-adegan serupa itu mungkin udah jadi cemilan harian. Namanya juga anak-anak. Nggak afdol kalau ngga nangis atau rewel sesekali.
Anak-anak memang mudah sekali berubah mood. Istilah kerennya mood swing. Dalam hitungan detik atau menit suasana hatinya bisa berubah. Orang tua atau pengasuhnya harus benar-benar pinter memahami dan kemudian menyikapinya dengan tepat.
Sayangnya, bagi sebagian anak, mood swing ini juga bisa berarti mereka bisa saja mengalami tantrum, marah tanpa alasan yang jelas atau menangis tanpa sebab. Dan inilah yang pada akhirnya bisa menjadi masalah lain, terutama kalau kondisi lingkungan sekitarnya nggak kondusif. Contohnya seperti opening story di atas. Kebayang kan riweuhnya si ibu? Lagi ngegendong bayi yang tertidur, si kakak rewel dan tantrum, udah gitu diliatin banyak orang. Maluuuuu Mak!
Dan kabar buruknya (atau baik ya?) adalah…. Kehormatan kita sebagai orang tua dipertaruhkan dalam kasus-kasus seperti cerita di atas. Apakah anak akan patuh pada keputusan kita, atau justru kita yang mengalah sama kemauan anak dengan alasan : MALU diliatin orang.
Well, jadi orang tua emang banyak PR-nya. Nggak hanya sekedar mbrojolin dan ngasih susu trus selesai. Kita juga harus membentuk anak menjadi pribadi yang baik, bukan? Dan itu termasuk mendidik karakter mereka setiap harinya lewat peristiwa-peristiwa seperti di atas.
Secara teori, marah itu manusiawi dan wajar. Manusia memiliki emosi yang memang harus diekspresikan. Hanya saja, anak-anak harus belajar bagaimana mengelola emosi dan amarah dengan benar. Dan ini adalah tugas orang tua untuk mengajari mereka tentang hal ini, tentu saja dalam kerangka dan kemampuan di usia mereka.
Seiring perkembangannya, anak-anak akan memiliki kemampuan berkomunikasi dan bargaining yang tinggi. Nah, sebelum mereka mampu mengambil keputusan sendiri kelak, orang tualah yang harus pegang kendali. Membiarkan anak-anak membangkang, sering berulah, membentak dan menuntut berlebihan hanya akan membuat mereka tumbuh jadi pribadi yang “menyebalkan” di masa depan. Hal ini tidak hanya berbahaya bagi orang lain, tapi juga bagi dirinya sendiri. Risiko dikucilkan dan jadi orang yang nggak disukai di lingkungan bisa jadi ancaman serius buat masa depannya.
Bagaimanapun juga, anak-anak harus tahu bahwa orang tua tetaplah orang tua yang harus mereka hormati dan segani. Orang yang memegang kendali atas mereka. Paling tidak sampai mereka aqil balik dan bisa mengambil keputusan lain secara mandiri. Dan di sinilah orang tua harus tegas tanpa perlu menjadi otoriter dan menyeramkan.
It is well said:
Mendidik anak bukanlah tentang seberapa seringnya kita membiarkan mereka berjalan pada relnya sendiri. Mendidik anak adalah tentang membangun karakter, sesuatu yang akan melekat seumur hidupnya. Tekankan rasa hormat padanya sedini mungkin, dan jadilah teladan dalam hal itu. Ibu yang kuat dan cerdas adalah ibu yang tahu kapan harus mengalah dan kapan saatnya berkuasa.
Bety Kristianto – Great Mom, Strong Son
7 Komentar
Memang mendidik anak tuh enggak gampang, tapi enggak susah juga kalau kita mau berdamai dengan mereka. Intinya ya jangan paksakan kemauan kita, yang ada pasti ribut terus. Tarik ulurnya harus main cantik biar tetap harmonis, hehe..
BalasHapusJaman sekarang nggak sedikit orang tua yang berpikir punya anak cuma sekedar brojolin aja. Terus cuek bebek sama tumbuh kembang anaknya. Yah, yuni bilang begini karena pernah menyaksikan orang tua yang seperti itu.
BalasHapusPunya anak, dan anaknya ditinggal kerja ke luar negeri. si anak dititipkan pada keluarga yang belum tentu tanggung jawabnya bisa dipegang. Walhasil, anaknya type berontak. Nakal dan sebagainya. Miris sih lihatnya.
Setuju, rasa hormat perlu ditanamkan dari kecil dan sejak dari rumah. Saya bekerja sebagai guru. Anak-anak yang dari rumah sudah diajarkan tenyang cara menghormati dari rumah cenderung lebih mudah menurut pada gurunya.
BalasHapusDrama adegan panasnya bagus mendeskripsikannya.mendidik anak susah2 gampang memang. Walau anak2 saya sudah besar tetap saya menganggap seperti bayi kecil yg masih perlu nasihat dan pelukan orang tua.
BalasHapusKita makin galak, anak juga makin kenceng protesnya. Dududu...bolak-balik engga putus²...Tiap situasi kita hrs pegang kendali yah. Cari akal...
BalasHapusSaya juga pernah beberapa kali melihat adegan anak 'cari perhatian' di muka umum spt di atas. Memang banyak sebabnya ya, Mbak. Bisa jadi si anak kurang mendapat kesempatan untuk mengeksplorasi emosi saat di rumah. Mau nangis atau sedih karena bereaksi terhadap sebuah kejadian, eeh gak boleh. Terluka deh dia. Bisa juga ortunya udah berusaha menanamkan pendidikan karakter yg baik tapi si anak memang perlu 'penanganan khusus' yg tidak sama dengan anak lainnya. So, mendidik anak memang tidak mudah tapi di situlah letak keindahannya :)
BalasHapusIbu yang cerdas dan kuat adalah ibu yang tahu kapan saatnya mengalah dan kapan saatnya berkuasa, setujua aku. Karena ada anak yang jadinya seperti menguasai orang tuanya. Sehingga apa-apa diiyakan saja. Dan kalau salah enggak ditegur sama sekali duh..bikin kezel lihatnya
BalasHapusHi there!
Thank you for stopping by and read my stories.
Please share your thoughts and let's stay connected!